SEJARAH

Mengenal Sejarah Terbentuknya Kejaksaan RI: Dari Majapahit hingga Era Reformasi

601
×

Mengenal Sejarah Terbentuknya Kejaksaan RI: Dari Majapahit hingga Era Reformasi

Sebarkan artikel ini
Kejaksaan Agung RI, di kawasan Blok M, Jakarta Selatan(Dok: https://minews.id/)

JAKARTA, Kebumen24.com Lembaga Kejaksaan Republik Indonesia bukan sekadar institusi modern hasil kemerdekaan, melainkan bagian dari sejarah panjang penegakan hukum di Nusantara. Jejaknya bahkan telah tampak sejak masa Kerajaan Majapahit pada abad ke-14.

Dalam catatan sejarah, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa telah digunakan untuk menyebut para penegak hukum dan pejabat pengadilan. Peneliti Belanda, WF Stutterheim, menyebut bahwa pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350–1389 M), para dhyaksa bertugas sebagai hakim dalam sistem peradilan kerajaan, dipimpin oleh seorang adhyaksa sebagai hakim tertinggi. Bahkan Mahapatih Gajah Mada disebut sebagai seorang adhyaksa dalam struktur pemerintahan saat itu.

Warisan Penjajahan dan Awal Pembentukan

Masa kolonial Belanda memperkenalkan lembaga Openbaar Ministerie, tempat jaksa berperan sebagai perpanjangan tangan kekuasaan kolonial. Fungsi mereka lebih menekankan kontrol terhadap rakyat melalui penerapan hukum kolonial, terutama pasal-pasal seperti hatzaai artikelen yang membungkam kritik terhadap pemerintah.

Saat Jepang menduduki Indonesia, peran kejaksaan diperkuat melalui peraturan militer seperti Osamu Seirei No. 3/1942, yang memberikan kewenangan jaksa dalam menyidik, menuntut, menjaga persidangan, hingga melaksanakan keputusan hukum.

Kejaksaan Pasca-Kemerdekaan

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Kejaksaan langsung masuk dalam struktur negara melalui keputusan PPKI pada 19 Agustus 1945, yang menempatkannya di bawah Departemen Kehakiman. Sejak itu, lembaga ini terus berkembang mengikuti dinamika politik dan hukum tanah air.

Tonggak penting hadir pada 1961 melalui UU No. 15 Tahun 1961 dan UU No. 16 Tahun 1961, yang menetapkan Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum sekaligus alat revolusi. Reformasi organisasi terus berlanjut hingga ke masa Orde Baru melalui UU No. 5 Tahun 1991 dan Keppres No. 55 Tahun 1991.

Era Reformasi dan Peneguhan Independensi

Krisis multidimensi 1998 membawa gelombang reformasi yang juga menyentuh Kejaksaan RI. Melalui UU No. 16 Tahun 2004, peran jaksa ditegaskan lebih independen dan profesional. Pasal 2 ayat (2) menegaskan bahwa kejaksaan melaksanakan kekuasaan negara di bidang hukum secara merdeka, tanpa intervensi kekuasaan lain.

Kewenangan Kejaksaan meliputi penuntutan, pelaksanaan keputusan pengadilan, pengawasan pidana bersyarat, penyidikan tindak pidana tertentu, hingga tindakan hukum perdata dan tata usaha negara atas nama pemerintah.

Kejaksaan juga memiliki tanggung jawab dalam penyadaran hukum masyarakat, pengawasan aliran kepercayaan, hingga penegakan ketertiban umum.

Tantangan dan Kolaborasi Pemberantasan Korupsi

Reformasi juga membuka jalan hadirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui UU No. 30 Tahun 2002. Lembaga ini diberi kewenangan luar biasa untuk menangani korupsi yang dianggap sebagai extraordinary crime. Penyidik KPK berasal dari unsur Kejaksaan dan Kepolisian, menandai kolaborasi antarlembaga dalam pemberantasan korupsi.

Namun, Kejaksaan tetap memegang peran vital sebagai Dominus Litis—pengendali proses perkara pidana. Meski menghadapi tantangan seperti keterbatasan SDM, tekanan politik, dan ancaman terhadap integritas, Kejaksaan terus berbenah dan membangun kepercayaan publik.

SUMBER: www.kejaksaan.go.id


Eksplorasi konten lain dari Kebumen24.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.