SEJARAH

Legenda Sumur Tua di Desa Podourip Kebumen

14697
×

Legenda Sumur Tua di Desa Podourip Kebumen

Sebarkan artikel ini

KEBUMEN, Kebumen24.com – Desa Podourip Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen, merupakan desa yang Desa ini dikenal dengan berbagai cerita dan legenda yang kaya akan nilai sejarah dan budaya. Salah satu cerita yang paling terkenal di desa ini adalah tentang sebuah sumur tua yang konon memiliki banyak keistimewaan dan misteri.

Dikutip dari lama resmi website Desa Podourip menyebutkan, di Desa ini terdapat situs sumur tua sumur kuno. Sumur ini diperkirakan telah ada sejak tahun 1800-an, bahkan sejak masa sebelumnya.

Sumur ini sebelumnya berupa sendang, ‘belik’, padusan, di bawah pohon beringin besar. Sekarang pohonnya sudah tidak ada. Sumur ini dikenal sebagai sumur ‘banyu urip’ (air kehidupan).

Menurut Syarif Hidayat juru kunci sumur ini, sendang/sumur banyu urip semula berupa mata air sebesar telapak kaki. Mata air ini dimanfaatkan oleh pasukan Dipanegara (1825-an) untuk bertahan hidup, setelah sebelumnya bermunajat di wilayah Lirap.

Hasil munajat adalah sasmita (petunjuk) bahwa mereka harus berjalan ke arah barat mengikuti alur ‘kuntul ngalayang’ (mengikuti arahan jejak leluhur). Ternyata yang dimaksud jejak leluhur adalah petilasan leluhur berupa mata air kecil. Maka kemudian seluruh pasukan ‘ngalap barokah’ mata air itu.

Mata air kecil namun tidak habis-habis dimanfaatkan, bahkan di saat kemarau. Mereka pun mendapatkan kekuatan baru melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pasukan yang semula sudah hampir patah arang, banyak yang terluka, kemudian menemukan semangat dan rasa hidup kembali, sehingga daerah ini pun kemudian dikenang dengan nama ‘’pada urip/podo urip’’, sama kembali hidup.

Di selatan kompleks sumur itu dikenang masyarakat dulu sebagai bekas lumbung yang di sekitarnya dikelilingi pohon salak yang rimbun sebagai pagar. Ada sejumlah wilayah yang nampaknya turut mendukung peristiwa peperangan di era Dipanegara.

Misalnya adanya wilayah Sluangan (Podourip) yang merupakan areal persawahan. Sluangan dipercaya dulu sebagai areal persawahan pensuplai logistik.

Selain itu terdapat nama dukuh Banger yang toponimis dipercaya dulu banyak korban perang yang berjatuhan di wilayah ini. Banger berarti bau menyengat. Areal ‘banger’ ini sebagian masuk Desa Podourip dan sebagian di Desa Wajasari, di sebelah barat sumur tua, demikian keterangan Sutrisno.

Menurut keterangan, yang dimaksud petilasan leluhur itu adalah petilasan dari Ki Badranala. Wilayah ‘banyu urip’ ini dulu kala sebelum masa Dipanegara merupakan benteng pertahanan dan lumbung logistik era Ki Badranala dan Ki Sunan Geseng (tahun 1600-an) saat melawan Kompeni Belanda yang mendarat di pesisir Petanahan.

Dari wilayah ‘podo urip’ inilah dulu Ki Badranala menyusun kekuatan dan sukses mengusir Kompeni Belanda, dan kemudian beliau mendapat gelar Ki Gede Panjer I (1606-1657), dan berkuasa di Panjer Roma, pada masa Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

  1. Cikal bakal sumur kuno ‘banyu urip’ Podourip telah muncul sejak era Ki Badranala pada abad 16 dan di sekitarnya menjadi pusat kekuatannya.
  2. Kemudian pada era Perang Dipanegara (1825-1830) wilayah seputar sumur ini kembali menjadi pusat pergerakan perlawanan terhadap Kompeni Belanda.
  3. Nama ‘podourip’ muncul sejak era Dipanegara, yang kemudian menjadi nama wilayah ‘kademangan’ saat itu sampai kemudian sekarang menjadi nama desa, Desa Podourip.
  4. Terdapat nama-nama di sekitar sumur tua yang memiliki hubungan historis. Kebenaran historisnya memang masih layak diuji kembali, namun setidaknya sumur ini dapat membantu merangkai pernik sejarah masalalu Kebumen.

Perjuangan pendahulu dan leluhur kiranya dapat menjadi cerminan hidup sekaligus memompa semangat juang. Satu hal penting adalah perlunya menghargai jasa perjuangan leluhur.(K24/*).

Sumber : https://podourip.kec-petanahan.kebumenkab.go.id/


Eksplorasi konten lain dari Kebumen24.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.