KEBUMEN, Kebumen24.com – Sejarah tiada habisnya dan tetap menarik untuk di telusuri. Meskipun, banyak dari berbabagai versi. Seperti sejarah Ampih, Kemangunan, Kebanaran dan Kebasekan Kebumen Jawa Tengah.
Menurut salah satu versi sejarah, ini dimulai dari Kyai Pangeran Bumidirjo (1609-1688), putra keempat Panembahan Hanyokrowati Kotagede adalah Dewan Penasehat Kerajaan Mataram (Panampara) pada masa Sultan Agung (1613-1645) dan Amangkurat 1 (1645-1677).
Beliau termasuk tokoh yang menolak eksekusi mati terhadap Raden Pekik dari Surabaya yang dianggap telah berjasa dalam penaklukkan Giri Kedhaton pada 1636.
Raden Pekik dutuduh membiarkan Rara Hoyi (putri Surabaya) yang akan duserahkan kepada Amangkurat 1 terlibat affair dengan putra mahkota Pangeran Adipati Anom.
Pangeran Pekik akhirnya dihukum dipancung pada 1659 dan dikuburkan di pemakaman Banyusumurup Imogiri. Begitupun Pangeran Selarong (kakak Bumidirja) dieksekusi pada 1669. Adapun Rara Hoyi tewas ditangan keris Adipati Anom atas perintah Sang Ayahanda dan semuanya di makamkan di Banyusumurup yang penuh kesedihan.
Pangeran Bumidirjo beserta keluarga dan pengikutnya akhirnya keluar dari keraton Pleret kearah barat didaerah Panjer Roma yg diperintah oleh Ki Hastosutro (1657-1677) putra Ki Bodronolo (makam di Gunung Kenap Karangkemvang) putra Ki Madusena (di makam Astrabaya Sawangan Alian). Pangeran Bumidirja diberikan tanah di Trukahan (barat sungai Luk Ulo). Beliau mendirikan Padepokan dan bergelar Kyai Bumi.
Telik sandi Mataram yg mengetahui keberadaan Kyai Bumi mengirim dua orang utusan yaitu Udakara dan Surakerti. namun justru menjadi pengikut Kyai Bumi.
Ketika tentara Mataram, beliau mengungsi ke daerah Karang Kutowinangun lewat daerah Selang (Kelgenkilang dan Lerep Kebumen). Dari peristiwa para pendukung Ki Bumidirja yg mengantar sampai dusun Selang ini konon munculnya tradisi pasar Senggol (versi lain pada masa Ki Kramaleksana).
Adapun Padepokan Ki Bumi diserahkan kepada para pengikutnya yaitu Ki Basek (makam kebasekan utara stasiun Kebumen), Ki Mangun, pendiri dusun Kemangunan, Tamanwinangun (makam di Kemangunan), Ki Banar, pendiri dusun Kebanaran (makan di Kemangunan), Ki Katar, pendiri dusun Ketraman, Adikarso (makam di Kemangunan). Adapun kediaman beliau diurus oleh Ki Diporejo.
Ki Bumidirjo dan Udakara dimakamkan di dusun Karang, perbatasan Karangrejo dg Lundong, Kutowinangun. Adapun Surakerti tinggal di selatannya daerah Kepedek (sekarang Mekarsari) dengan menyamar dan mengubah namanya menjadi Mbah Sakerti / Imam Saketi. Kyai Pangeran Bumidirjo mempunyai 4 putra, yaitu:
- Ki Gusti
- Ki Bekel
- Ki Bagus
- Nyi Ageng
Ki Bekel penerus Ki Bumidirjo berputra Kyai Ragil. Keduanya dimakamkan di Beji Kutowinangun. Kyai Ragil berputra Kyai Honggayuda (makam di Mekarsari Kutowinangun) dan Singayuda/R. Sancangyuda/R. Setrojenar (makam di dukuh Gintungan Klapasawit).
Selain itu Kyai Ragil mempunyai dua orang putri salah satunya dinikahi oleh oleh Pangeran Puger, dari perkawinan itu lahirlah Jaka Sangkrib/Hanggawangsa/Arungbinang 1 (makam di Beji Kutowinangun).
Setelah dewasa Jaka Sangkrib mencari ayah aslinya ke Keraton Mataram dengan jalan panjang melalui liku-liku prihatin dan kesaktian. Akhirnya dapat menjumpai ayahnya di Mataram. Dan setelah dapat membuktikan keturunan raja, maka ia diangkat sebagai Mantri Gladag, kemudian sampai dengan Bupati Nayaka dengan Gelar Hanggawangsa.
Dalam tugasnya ia berhasil memadamkan pemberontakando Begelen dan sekitarnya. Jaka Sangkrib atau Hanggawangsa juga dipercaya memilihkan lolasi Kraton baru yaitu Surakarta (Solo).
Hanggawangsa diambil menantu patih Surakarta, dan kemudian diangkat sebagai Tumenggung Arung Binang I, bertempat di Surakarta. Ia sampai keturunannya Arung Binang III bertempat di Surakarta. Sedang Arung BInang IV sampai VIII secara resmi menjadi Bupati Kebumen.
Joko Sangkrib (Arungbinang 1) mempunyai 4 orang istri:
- Seorang Peri Dewi Retno Nawangwulan dari Kraton Suci Bulupitu, Arungbinang 1 berputra:
- Eyang Klantung
- Eyang Cemeti
- Eyang Isbandiyah
Eyang Cemeti dan Eyang Isbandiyah dimakamkan Sitinggil Binotoro, Rawajaya Bantarsari Cilacap.
- Mas Ajeng Kuning asal Pelegen, berputra:
- Ay. Pangeran Blitar, isteri Pangeran Blitar.
- Honggodirdjo, Kliwon Kabupaten Bumi Sewu di Surakarta suami Bendara Raden Ajeng Semi putri dari KGPAA. Mangkunegoro I (Menantu Pangeran Sambernyowo)
- Ay. Abdulsalam, isteri Kyai Abdulsalam, Pengulu Kebumen. Kyai Abdulsalam (dimakamkam di Jrakah, Sinungrejo Ambal) putra Kyai Jontrot (putra Pangeran Korowelang dari Selomanik).
- Ay. Kromowidjojo (Sala).
- Mas Ajeng Dewi, asal Winong, berputra:
- Ay. Wonoyudo, isteri Kyai Ngabei Wonoyudo dari Telaga Mirit Prembun.
- Wongsodirdjo (R.T Aroeng Binang II) berputera 23 orang.
- Mas Ajeng Wongsodiwiryo, isteri M. Ngabei Wongsodiwiryo Prembun.
- Mas Ajeng Soerodiwiryo, isteri R. Ng. Soerodiwiryo, Mantri Kabupaten Bumi Sewu.
- Mas Ajeng Ragil asal Prajuritan, berputra:
- . R. Ng. Wongsodikromo, Penewu kabupaten Sewu di Surakarta.
Raden Honggodirjo yang menikah dengan putri Pangeran Sambernyawa dari Mangkunegara yaitu BRA. Semi mempunyai seorang putri yang bernama RA. Sampih yang sangat cantik dan menjadi pujaan banyak pemuda kala itu.
Pada akhirnya Raden Rara Ampih dipersunting oleh Majegan Kliwon (Penarik Pajak) yang bernama Raden Singopati (cucu dari Singoyida, Gintungan Klapasawit) yang sering bertemu ketika menyetor pajak. Dari pernikahan keduanya dikaruniai dua orang putra yaitu: R. Singodikromo dan R. Singodiwiryo.
Raden Singopati dan RA. Sampih setelah wafatnya dimakamkan di Pesarean Kuwangsan Ampih Buluspesantren tempat kediaman Raden Singopati. Adapun putra pertama beliau R. Singodikromo diangkat sebagai Glondong (Lurah) pertama desa Ampih yang diambil dari nama ibunya RA. Sampih. Untuk mengenang jasa seorang ibu, jadilah desa tersebut diberi nama desa Ampih.
Penulis ; Nurdin.
Eksplorasi konten lain dari Kebumen24.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.