KesehatanLingkungan Hidup

Diduga Akibat Limbah Jenitri, Sungai Pujotirto Menghitam, Warga Resah Dampak Kesehatan

3282
×

Diduga Akibat Limbah Jenitri, Sungai Pujotirto Menghitam, Warga Resah Dampak Kesehatan

Sebarkan artikel ini

KARANGSAMBUNG, Kebumen24.com — Warga Desa Pujotirto, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, mulai waswas dengan kondisi air sungai yang tak lagi jernih. Warna air yang biasanya bening kini berubah keruh bahkan menghitam, diduga akibat limbah dari pengolahan buah jenitri yang dibuang sembarangan tanpa pengelolaan.

Fenomena ini muncul beriringan dengan panen raya jenitri yang melimpah tahun ini. Seiring meningkatnya aktivitas pengolahan buah, sayangnya belum ada sistem pengolahan limbah yang memadai untuk mengimbanginya.

“Kondisinya sudah hampir satu bulan. Dulu pernah tercemar, tapi tidak separah sekarang. Air sungai kini keruh dan hitam pekat,” ujar Sartono, warga Dukuh Eragemiwang RT 03 RW 05, Sabtu (10/5).

Menurut Sartono, sebagian besar warga di Dukuh Kaliurang dan Kalipuru memang menggantungkan hidup dari usaha kerajinan jenitri. Namun, minimnya edukasi dan pendampingan terkait pengelolaan limbah membuat masalah ini terus berulang.

“Setahu saya belum pernah ada pelatihan atau sosialisasi cara mengelola limbah dari pengrajin jenitri. Desa sudah memberi imbauan agar tidak membuang limbah ke sungai, tapi kesadaran warga masih rendah,” tambahnya.

Masalah ini tak hanya berdampak lokal. Aliran sungai tercemar kini menjalar ke desa-desa tetangga seperti Kaliputih dan Wonokromo di Kecamatan Alian. Perubahan warna dan bau air mulai dirasakan warga di sana.

Padahal, air sungai ini sangat vital bagi kehidupan warga. Selain untuk mandi dan mencuci, sebagian warga masih menggunakannya untuk konsumsi harian melalui jaringan pipa sederhana.

“Ada tetangga yang mengeluh gatal-gatal setelah mandi. Saya sendiri khawatir karena belum ada kejelasan apakah air ini masih layak konsumsi,” ucap Sartono penuh kekhawatiran.

Masyarakat berharap pemerintah desa maupun dinas terkait segera turun tangan. Mereka mendesak adanya regulasi tegas dan pelatihan bagi para pengrajin agar kelestarian lingkungan tidak dikorbankan demi keuntungan sesaat.

“Kami butuh aturan jelas. Jangan hanya imbauan. Harus ada tindakan nyata, kalau tidak, bisa-bisa kami kehilangan sumber air utama,” tutup Sartono.(k24/ilham).


Eksplorasi konten lain dari Kebumen24.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.