Oleh: Elsa Vanesia dan Rinova Cahyandari
Berbicara merupakan salah satu keterampilan dasar manusia dalam berkomunikasi. Lewat berbicara, kita menyampaikan ide, gagasan, perasaan, hingga nilai-nilai kepada orang lain. Namun, berbicara bukanlah sekadar merangkai kata. Ia melibatkan emosi, bahasa tubuh, kepekaan situasional, serta keberanian. Tidak sedikit orang merasa gelisah bahkan takut saat diminta berbicara di depan publik. Padahal, kemampuan berbicara sangat penting, baik dalam interaksi sosial sehari-hari maupun dalam konteks formal seperti presentasi, diskusi, dan pidato.
Kecemasan berbicara di depan umum adalah bentuk ketakutan sosial yang dialami banyak orang. Kondisi ini bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, melainkan oleh ketidakmampuan mengelola emosi dan pikiran ketika harus menyampaikan sesuatu di hadapan orang banyak. Gejala yang muncul pun beragam: jantung berdebar, keringat dingin, sulit konsentrasi, bahkan sesak napas. Secara psikologis, ini melibatkan aspek mental, fisik, dan emosional yang saling berkaitan.
Banyak faktor yang memicu kecemasan ini, terutama pola pikir negatif. Pikiran semacam “aku akan gagal,” “orang lain akan menghakimi,” atau “aku akan terlihat bodoh” sering kali mendominasi dan membentuk kepercayaan diri yang rapuh. Ketika tubuh merespons situasi sosial sebagai ancaman, maka reaksi alamiah seperti melawan atau menghindar akan muncul, sehingga seseorang menjadi gugup, kaku, dan tidak bisa berbicara dengan baik.
Di tengah tantangan tersebut, hadirnya pendekatan spiritual menawarkan solusi yang menenangkan—yakni zikir. Zikir, yang secara harfiah berarti mengingat Allah, merupakan praktik keagamaan yang sarat makna dan manfaat psikologis. Dalam Islam, zikir bukan hanya ucapan lisan, melainkan juga refleksi batin yang menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta. Melalui zikir, seseorang diajak untuk menenangkan pikirannya, menyucikan hatinya, dan menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT.
Firman Allah dalam Surah Ar-Ra’d ayat 28 menyatakan, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” Ayat ini menegaskan bahwa ketenangan sejati hanya dapat diraih dengan mengingat Allah. Zikir pun menjadi ‘makanan’ bagi ruh dan hati manusia—tanpa zikir, hati terasa kosong, resah, dan hampa.
Zikir yang dilakukan secara sungguh-sungguh membawa perubahan positif dalam cara berpikir dan merespons situasi. Ketika seseorang rutin berzikir, ia cenderung memiliki pandangan yang lebih optimis, berprasangka baik, dan lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk dalam hal berbicara di depan umum. Zikir membantu menggeser pola pikir negatif menjadi positif, dari rasa takut menjadi tawakal, dari kegelisahan menjadi ketenangan.
Selain itu, zikir juga membangun kekuatan batin yang bersumber dari ketundukan kepada Allah. Saat hati tenang, perasaan nyaman akan muncul, dan reaksi tubuh pun menjadi lebih terkendali. Dalam praktiknya, seseorang dapat memilih lafaz zikir yang paling sesuai dan dirasakan nyaman—seperti istighfar, tahlil, tasbih, tahmid, atau doa tertentu yang mendatangkan ketenteraman. Zikir bukan hanya rutinitas ritual, tetapi juga terapi psikis yang menumbuhkan kedekatan dengan Ilahi, serta memotivasi untuk menjadi pribadi yang lebih sabar, tenang, dan yakin akan pertolongan Tuhan.
Berbagai kajian literatur menunjukkan bahwa praktik zikir yang dilakukan secara konsisten mampu meredakan gejala kecemasan, termasuk kecemasan berbicara di depan umum. Melalui zikir, seseorang belajar untuk mengendalikan pikirannya, menata emosinya, serta menumbuhkan sikap syukur dan percaya diri. Ini menjadi proses panjang yang menumbuhkan karakter religius sekaligus membentuk ketahanan mental dalam menghadapi situasi sosial yang menantang.
Pada akhirnya, berbicara di depan publik bukan semata-mata soal teknik, melainkan juga persoalan keberanian, ketenangan, dan pengelolaan emosi. Di sinilah zikir hadir sebagai jembatan spiritual untuk meraih ketenangan batin dan kejernihan pikiran. Ketika seseorang mampu menjadikan zikir sebagai bagian dari gaya hidupnya, maka ia tidak hanya menjadi pembicara yang baik, tetapi juga pribadi yang kuat secara spiritual, emosional, dan sosial.
Eksplorasi konten lain dari Kebumen24.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.