PERISTIWA

Dari Gerobak ke Tanah Suci: Kisah Inspiratif Pasutri Penjual Mie Ayam di Kebumen yang Akan Naik Haji

1136
×

Dari Gerobak ke Tanah Suci: Kisah Inspiratif Pasutri Penjual Mie Ayam di Kebumen yang Akan Naik Haji

Sebarkan artikel ini

KEBUMEN, Kebumen24.com – Tak ada yang menyangka, semangkuk mie ayam seharga Rp2.000 bisa membuka jalan menuju Tanah Suci. Namun itulah kisah nyata Bangun Endro (50) dan Sri Yuli Nuryati (48), pasangan suami istri penjual mie ayam asal Kebumen, yang sebentar lagi akan mewujudkan mimpi mereka: menunaikan ibadah haji ke Mekkah.

Dengan ketekunan luar biasa dan semangat pantang menyerah, pasangan ini menabung selama 13 tahun dari hasil berjualan mie ayam. Kini, berkat jerih payah dan doa yang tak henti, mereka dijadwalkan berangkat bersama ribuan calon jemaah haji asal Kebumen pada akhir Mei 2025.

Saat ditemui di warung mie ayamnya di Jalan Soekarno Hatta, Kebumen, Bangun tak bisa menyembunyikan rasa harunya. Ia mengenang awal mula merintis usaha sejak 2003, hanya dengan gerobak sewaan dan penghasilan pas-pasan.

“Saya dulu keliling bawa gerobak sewaan. Baru bisa mangkal dan buka lapak tetap tahun 2006,” kenangnya, Rabu (23/4/2025).

Setiap hari, dari hasil jualannya, Bangun menyisihkan sedikit demi sedikit uang untuk ditabung. Tekadnya satu: bisa berangkat haji. Ia mendaftar pada April 2012, disusul sang istri pada Juli 2019.

“Benar-benar dari mie ayam. Walau dulu semangkuk cuma Rp2.000, saya tetap sisihkan buat tabungan haji,” ujarnya sambil tersenyum.

Keinginan berhaji tumbuh dari kebiasaannya berjualan di sekitar lokasi pemberangkatan jemaah. Melihat mereka berangkat dalam balutan pakaian ihram menumbuhkan harapan dalam dirinya.

“Saya sering jualan di depan Aula Sekda saat pemberangkatan haji. Lihat jemaah yang mau berangkat bikin hati ini tergugah. Saya ingin seperti mereka,” tuturnya lirih.

Bangun sempat dijadwalkan berangkat tahun 2024, tapi memilih menunda keberangkatannya demi bisa bersama sang istri, berkat kebijakan penggabungan mahram dalam pelaksanaan haji.

“Kalau sendiri, rasanya kurang sempurna. Ini cita-cita bersama, jadi saya tunda agar kami bisa berangkat berdua,” jelasnya.

Perjalanan hidup Bangun penuh liku. Setelah pulang dari perantauan tahun 2002 untuk merawat orang tua, ia hanya mampu bekerja sebagai kuli bangunan dengan upah harian Rp7.500. Bahkan satu mangkuk mie ayam pun kala itu hanya bisa dimakan bersama seluruh anggota keluarga.

Dari keterbatasan itulah lahir ide sederhana namun penuh makna: berjualan mie ayam agar semua anggota keluarganya bisa makan satu porsi penuh.

Dengan tekad kuat, ia belajar membuat mie ayam dari temannya di Gombong, dan langsung mencoba resepnya di rumah.

“Alhamdulillah, keluarga bilang enak. Dari situ saya mantap mulai jualan,” ujarnya.

Modal awal bukan perkara mudah. Karena tidak punya cukup uang, Bangun memberanikan diri menjual cincin kawin istrinya demi membeli perlengkapan berjualan.

“Waktu itu saya jual cincin kawin istri buat modal. Sewa gerobak dulu, lalu sedikit demi sedikit bisa beli sendiri. Sekarang sudah punya tempat tetap,” kisahnya.

Baginya, niat yang baik dan usaha yang ulet akan selalu menemukan jalannya. Ia percaya, rezeki tidak akan tertukar, dan Tuhan akan memudahkan jalan bagi siapa pun yang bersungguh-sungguh.

“Kalau niat kita baik, insyaAllah Allah akan bantu. Rezeki bisa datang dari jalan yang tidak disangka-sangka,” pungkasnya penuh syukur.

Kisah Bangun dan Sri Yuli adalah bukti bahwa mimpi besar bisa tumbuh dari tempat sederhana, selama diiringi doa, kerja keras, dan keyakinan yang tak goyah. (K24/Ilham)


Eksplorasi konten lain dari Kebumen24.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.