KEBUMEN, Kebumen24.com – Babak panjang sengketa hukum terkait seleksi perangkat desa di Desa Patemon, Kecamatan Gombong, Kebumen, akhirnya menemui titik terang. Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, resmi menolak gugatan yang diajukan oleh Septi Triyas, salah satu peserta seleksi jabatan Kepala Dusun (Kadus) Jenggala, pada Rabu, 9 April 2025.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa eksepsi tergugat tidak diterima seluruhnya, namun dalam pokok perkara, gugatan penggugat ditolak seluruhnya. Selain itu, penggugat juga dihukum membayar biaya perkara sebesar Rp397.000.
Hal itu disampaikan, Kuasa hukum Kepala Desa Patemon, Aditya Setiawan, SH, MH, dalam keterangannya, Rabu (9/4/2025). Adit yang juga dosen di sejumlah perguruan tinggi swasta itu menyambut baik putusan tersebut. Ia menegaskan seluruh proses seleksi telah dilakukan secara terbuka, profesional, dan mengacu pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.
“Keputusan Kepala Desa Patemon telah melalui tahapan yang transparan dan objektif. Mulai dari ujian tertulis, praktik komputer, wawancara hingga pidato—semuanya dijalankan sesuai aturan dan telah disepakati para peserta sejak awal,” ujar Aditya
Sengketa ini mencuat setelah Septi Triyas, yang merasa memiliki rekam jejak pengabdian di masyarakat melalui kegiatan PKK, tidak lolos dalam seleksi Kadus Jenggala. Ia menggugat keputusan Kepala Desa Patemon yang memilih Andri Agung Saputro sebagai perangkat terpilih.
Namun menurut informasi panitia seleksi, proses telah berjalan sesuai dengan ketentuan. Salah satu poin penting dalam seleksi adalah penerapan sistem koreksi silang antar peserta, di mana peserta harus saling mengoreksi jawaban secara jujur dan transparan. Dalam pelaksanaannya, Septi diketahui membenarkan jawaban salah milik peserta lain, sehingga dijatuhi sanksi pengurangan satu poin dari total nilai akhir.
“Panitia sudah bekerja secara akuntabel. Koreksi silang pun dilakukan terbuka. Jika ada peserta yang tidak jujur, ada sanksinya. Dan ini sudah menjadi kesepakatan awal seleksi,” tambah Aditya.
Sidang perkara ini telah berlangsung selama 13 kali, menghadirkan bukti dokumen dan sejumlah saksi dari kedua belah pihak. Putusan PTUN Semarang yang menolak gugatan tersebut menjadi penegasan bahwa seluruh tahapan seleksi telah sah secara hukum.
Kasus ini pun menjadi perhatian publik, sekaligus pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga integritas dalam proses seleksi aparatur desa. Keputusan ini diharapkan menjadi momentum untuk terus menguatkan prinsip keterbukaan, kejujuran, dan profesionalisme dalam tata kelola pemerintahan desa.(K24/*).
Eksplorasi konten lain dari Kebumen24.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.