KEBUMEN, Kebumen24.com – Pasar Senggol Selang, yang terletak di Kelurahan Selang, Kecamatan Kebumen, bukan sekadar pasar biasa. Pasar ini menyimpan kisah sejarah yang menarik, terkait erat dengan perjalanan para adipati di masa Kerajaan Mataram.
Tradisi yang berlangsung hingga kini, terutama saat Hari Raya Idul Fitri dan Maulid Nabi Muhammad SAW, mengingatkan kita pada jejak panjang pasar ini yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kebumen.
Lokasinya pun khas, yakni di sepanjang Jalan Kutoarjo yang melintas di Kelurahan Selang, semakin membuat pasar ini ikonik. Hingga kini Pasar senggol masih kerap dilestarikan oleh masyarakat.
Seperti yang dilakukan Minggu 15 September 2024. Ratusan pedagang berjejer memenuhi sepanjang pingir jalan. Keberadaan pasar senggol disambut penuh antusias oleh ribuan masyarakat bahkan sejak sore hingga malam hari.
Dani Rizana, salah satu warga setempat, mengungkapkan kegembiraannya atas adanya Pasar Senggol. Menurutnya, selain bisa belanja berbagai kebutuhan, suasananya juga sangat meriah dan menjadi ajang bertemu dengan masyarakat.
“Saya sangat senang dengan adanya pasar ini. Selain bisa belanja berbagai kebutuhan, suasananya juga sangat meriah dan menjadi ajang bertemu dengan teman-teman lama,” ungkap Dani.
Sementara itu, dikutip dari website resmi Kelurahan Selang, sejarah Pasar Senggol dapat dilacak hingga masa Kerajaan Mataram di bawah kepemimpinan Raja Amangkurat I. Pada masa itu, para adipati dari wilayah barat seperti Cilacap, Banyumas, Purwokerto, dan Purbalingga memiliki kewajiban rutin untuk menyerahkan upeti ke Keraton Mataram setiap enam bulan sekali.
Perjalanan menuju keraton seringkali terganggu oleh gerombolan perampok di wilayah Kutowinangun. Untuk mengatasi masalah ini, Raja Amangkurat I menunjuk R. Ng. Kramaleksana, seorang tokoh yang dikenal mahir dalam ilmu kanuragan, untuk mengawal rombongan adipati. Namun, R. Ng. Kramaleksana mengajukan syarat agar rombongan adipati berkumpul terlebih dahulu di Klagen Kilang (sekarang Kelurahan Selang) sebelum berangkat bersama-sama.
Pasar Pelem
Sejak saat itu, setiap enam bulan sekali, Klagen Kilang menjadi sangat ramai dengan kedatangan rombongan adipati. Mereka biasanya berkumpul di bawah pohon pelem sambil beristirahat. Melihat antusiasme masyarakat yang ingin menyaksikan para adipati, R. Ng. Kramaleksana kemudian mengadakan berbagai pertunjukan kesenian untuk menghibur mereka.
Pertunjukan-pertunjukan ini menarik minat banyak orang, tidak hanya dari Klagen Kilang tetapi juga dari daerah sekitarnya seperti Panjer Kota dan Sruni. Seiring dengan banyaknya pengunjung, para pedagang pun bermunculan dan menjajakan dagangan mereka. Karena banyaknya pedagang yang menjual buah pelem, pasar ini kemudian dikenal sebagai Pasar Pelem.
Dalam suasana yang ramai dan penuh sesak, pengunjung seringkali saling bersenggolan. Dari sinilah istilah “Pasar Senggol” muncul dan terus digunakan hingga saat ini.(K24/*).
Tulisan ini bersumber dari Tim Pencari Fakta Sejarah Yayasan Raden Ngabei Kramaleksana.
Tim Pencari Fakta Sejarah tersebut yakni:
Ketua Tim : KRT. H. Harso Seta Wasesa, S.H, M.H
Wakil Ketua TIM : H.R. Risyanto, S.T. Arst
Anggota TIM : R. Ari Kurniawan, S.Sos, KR. Ngt Ria Heri Astuti, Amd, R. Yanuar Ari Setiyadi, S.E, R. Seno Basworo, S.H.
Eksplorasi konten lain dari Kebumen24.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.